Jadikan Menabung Kebiasaan

Jumat, 12 Juni 2009

Belanja Cerdas dan Bijak

Sebagian besar masyarakat adalah pekerja atau bekerja di sebuah perusahaan sebagai pegawai. Bekerja dari Senin sampai Jumat dari jam 8.00 pagi sampai jam 5.00 sore, dan menghabiskan banyak waktu baik di jalan akibat kemacetan maupun di kantor dan merasa kelelahan sesampainya di rumah. Banyak dari klien kami yang mengeluhkan kekurangan di paruh akhir setiap bulannya.

Sebenarnya ke mana uang yang didapat dibelanjakan? Apakah mereka termasuk yang kurang bijak dalam membelanjakan uangnya? Pertanyaan seperti ini sering terlontar. Oleh karenanya menentukan kemana uang hasil kerja keras sebulan yang Anda hasilkan pergi, menjadi sangat penting dalam mengelola keuangan menuju kebebasan finansial yang diidamkan.

Masyarakat kebanyakan walau berpendapatan besar tetap merasa sulit untuk dapat memenuhi semua kebutuhan bulanan yang harus dikeluarkan, apalagi menabung. Ini sangat berkaitan dengan kebiasaan keuangan (financial habit).

Anda tetap bisa menyisihkan uang setiap bulannya berapa pun penghasilan Anda bila menjalankan kebiasaan sehat yang berkaitan dengan manajemen keuangan keluarga dan tentunya disiplin pada diri sendiri. Menurut pandangan kami, Anda tidak harus hidup susah untuk dapat menyisihkan uang.

Yang harus Anda lakukan adalah menjadi pembelanja cerdas dan bijak. Dengan kebiasaan belanja yang benar tentunya, Anda akan lebih memiliki kapasitas untuk menabung guna mencapai tujuan jangka panjang yang Anda miliki.

Menabung sudah dikenal karena selama kita dibesarkan seringkali mendengar kata tersebut melalui slogan “ayo menabung”. Tapi celakanya, sebagian besar dari kita memiliki keterbatasan pengetahuan seputar keuangan personal dan tingginya bujuk rayu iklan dari pada produsen yang mengakibatkan kita membeli yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Bila ingin memulai perencanaan menabung secara reguler Anda harus membuat keseimbangan antara konsumsi dan menabung. Nah, konsumsi inilah atau pemakaian pendapatan untuk belanja yang sering kali mengakibatkan Anda tidak lagi bisa menabung. Pelit bukanlah solusi dalam mengembangkan kebiasaan menabung, tapi yang lebih diutamakan adalah kebiasaan cerdas dalam berbelanja.

Untuk membuat proses menabung menjadi sebuah program berkesinambungan, Anda sebaiknya melihat pada diri Anda sendiri. Bagaimana Anda bersikap dan berprilaku berkaitan dengan keuangan, khususnya belanja.

Hal ini terkadang bisa dikenali, namun sulit untuk dapat mengubahnya. Perubahan menjadi sangat sulit bila Anda tidak memiliki kemauaan untuk berubah. Dialog dengan diri Anda sendiri dibutuhkan seputar keputusan keuangan yang harus Anda ambil.

Iklan yang Menggiurkan

Memulai untuk menabung adalah keputusan bijak tapi sulit dilakukan, apalagi mempertahankannya. Banyak orang yang sudah memulainya tapi dengan berjalannya waktu mereka mulai lupa dengan program menabung yang mereka lakukan. Mereka berbelanja karena tergiur oleh berbagai promosi atau iklan yang ditayangkan oleh para podusen di berbgaai media agar produknya laku.

Berbagai advertising juga mempengaruhi Anda dalam mengambil keputusan keuangan. Banyak advertising menyakinkan bahwa Anda adalah apa yang Anda pakai sehingga seringkali advertising yang terus menerus mempengaruhi Anda dan merubah keputusan Anda. Tabungan jangka panjang yang sudah Anda sisihkan setiap bulan akhirnya diambil untuk membeli keperluan atau keinginan saat ini.

Berbagai iklan juga memberikan penawaran kemudahan untuk memiliki barang-barang dengan berkredit. Bila Anda tidak mampu membayarnya secara tunai, Anda dapat membelinya dengan kredit dan mencicil nilai yang kecil setiap bulannya. Dalam pikiran Anda selalu saja timbul pemikiran untuk membeli berbagai barang dengan kredit, kredit, dan kredit saja.

Memang, keputusan tersebut ada benarnya. Dan lagi, uang yang Anda gunakan adalah uang Anda sendiri, tapi ingat bila Anda membelanjakannya baik secara langsung saat ini atau dengan mencicil di kemudian hari, uang itu akan hilang. Anda hanya berkesempatan untuk menggunakannya satu kali. Oleh karena itu, gunakan belanjakan secara bijak.

Pertanyaan Penting

Secara jujur harus kita akui bahwa berbelanja kadang kala bukan dikarenakan Anda membutuhkan barang tersebut namun mungkin hanya tergiur atau dorongan dari diri kita sendiri. Untuk itu, kami mencoba memberikan beberapa pertanyaan yang sebaiknya Anda tanyakan pada diri Anda sendiri sebelum keputusan membeli Anda lakukan.

Pertanyaan ini untuk kondisi di mana Anda sebenarnya memang tidak punya uang. dan kondisi kedua, di mana sebenarnya Anda memiliki uang untuk membeli apa yang Anda inginkan.

Dua pertanyaan pertama: “Apakah saya membutuhkannya?” “Apakah saya sanggup untuk membelinya?” Mudah saja, bila jawaban Anda untuk pertanyaan tadi adalah tidak, jangan membelinya.

Kalau Anda tidak membutuhkannya, jangan beli. Kalau Anda tidak memiliki uang, jangan membelinya. Bila Anda belum membandingkan dengan harga di toko lainnya, jangan beli dulu, karena Anda membutuhkan setiap uang yang tidak dibelanjakan untuk ditabung.

Nah, bila Anda berbelanja melalui proses kedua pertanyaan di atas, Anda tahu bahwa Anda sudah berbelanja dengan bijak dan cerdas.

Dua pertanyaan kedua: “Apakah saya akan menggunakannya?” Apakah ini cukup berharga untuk dibeli sekarang?”. Mungkin hal ini sedikit menjengkelkan karena sebenarnya Anda memiliki kemampuan untuk membelinya. Lain halnya dengan dua pertanyaan sebelumnya.

Namun, lucunya seringkali kita membeli hanya karena dorongan keinginan tapi tidak mendapatkan keuntungan atau manfaat dari belanja yang kita lakukan. Bila Anda tanyakan apakah saya membutuhkannya?

Bila jawabannya tidak, jangan beli barang tersebut. Bila Anda mengatakan memerlukannya, apakah cukup berharga? Dengan membayar harga tersebut, apakah memang cukup berharga untuk Anda miliki.

Karena pada dasarnya, bila Anda membelinya, Anda kehilangan apa yang biasa disebut oleh para ekonom adalah “opportunity cost”. Jadi pahami kedua pertanyaan tersebut sebelum Anda membeli.

Diskon Bukan Segalanya

Kami mencoba untuk memberikan contoh di mana sebenarnya membeli sesuatu dengan diskon belum tentu berhemat atau menabung. Mal-mal besar di sekitar Jakarta sering kali memberikan pekan sale atau pesta diskon dimana mal tersebut untuk jangka waktu tertentu memberikan diskon bisa mencapai 70% dari harga regular untuk berbagai barang yang ada.

Banyak orang yang datang dan tentunya ingin memanfaatkan pesta diskon tersebut. Setelah mereka berbelanja, mereka mengatakan, “Kami menghemat Rp 200.000 untuk membeli tas ini! Harganya hanya Rp 500.000. Tapi apakah mereka benar-benar menghemat Rp 200.000?

Satu-satunya kejadian di mana Anda berhemat dengan membeli barang dengan diskon adalah dari awal memang Anda membutuhkannya. Membeli popok buat anak Anda yang sebelumnya Rp 111.000 menjadi Rp 95.000, Anda berhemat sebesar Rp 16.000. Tapi pergi ke mal dan membeli tas yang sebenarnya Anda tidak perlukan atau butuhkan dengan harga Rp 500.000 (dengan diskon), tidaklah menghemat Rp 200.000.

Kami bukannya mengatakan bahwa sebaiknya Anda tidak berbelanja pada saat pesta diskon. Berbelanja pada saat diskon adalah ide yang baik, terutama bila Anda mendapatkan apa yang dari awal Anda butuhkan dengan harga yang lebih murah.

Hanya saja, pastikan apa yang Anda beli memang dibutuhkan. Melewatkan membeli tas dengan harga Rp 500.000 (setelah diskon) di mana tas tersebut tidak dibutuhkan adalah berhemat sebesar Rp 500.000 dan bisa ditabung untuk tujuan masa datang.

Kebutuhan vs Keinginan

Sebenarnya tidak ada batasan yang pasti untuk menentukan perbedaan antara kebutuhan atau keinginan. Mari kita mulai dengan mendefinisikan keduanya.

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera.

Dapat dikatakan, kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera, sedangkan keinginan adalah sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan tidak terpenuhi, sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang.

Namun, yang namanya kesejahteraan dan kepuasan juga sangat relatif bagi setiap orang, sedangkan kami berpendapat bahwa untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, harus dilihat dari segi fungsinya. Sesuatu dikatakan sebagai keinginan kalau sudah merupakan tambahan atas fungsi utamanya.

Bagi sebagian orang, mobil sudah merupakan kebutuhan. Untuk bisa menunjang aktivitasnya yang banyak di luar rumah dan sering bepergian, maka mobil adalah alat transportasi yang menjadi kebutuhan.

Jika fungsi mobil adalah untuk alat transportasi, membawa kemana kita akan pergi. Tapi seringkali kita punya keinginan untuk menambah berbagai macam aksesories mobil, bukan untuk menambah kenyamanan atau kemanan berkendara, tapi hanya sekadar mempercantik penampilannya saja. Saya rasa itu bukan kebutuhan, itu cuma keinginan saja. Dan keinginan ini bisa ditunda kalau semua kebutuhan yang lain sudah terpenuhi dengan baik.

Walaupun mungkin kini Anda merasa mampu untuk memenuhi semua keinginan Anda, tapi kita tetap harus bijaksana, jangan sampai lupa akan kebutuhan/tujuan di masa yang akan datang. Kita harus mempersiapkan dana pensiun kita agar bisa menikmati hari tua dengan tenang, kita juga harus mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-anak kita, dan itu semua adalah kebutuhan masa depan yang harus disiapkan sejak sekarang.

Yang harus diingat adalah, jangan sampai memenuhi keinginan dengan mengabaikan kebutuhan atau tujuan keuangan prioritas. Oleh karenanya memiliki perspektif jangka panjang dalam hal keuangan keluarga harus diperhatikan.

Demikianlah uraian yang bisa kami sampaikan saat ini. semoga ulasan ini menambah wacana dan membuat Anda lebih bijak dan cerdas dalam membelanjakan pendapatan yang Anda hasilkan dengan bekerja keras setiap bulannya.n

Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.

0 komentar:

Posting Komentar

Top Iklan